Proses Pembuatan Baja
Bumi memiliki banyak mineral besi / bijih besi.
Bijih besi pada umumnya adalah besi oksida:
–Hematit
Fe2O3
–Magnetit
Fe3O4
–Limonit
Fe2O3.XH2O
Hematit adalah bijih besi yang paling banyak dimanfaatkan karena kadar besinya tinggi, mencapai 66%, dan kadar kotorannya relatif rendah. Pada tahap selanjutnya hematit ini akan dimasukkan ke dalam blast furnance, yaitu tungku besar yang berfungsi melebur biji besi pada tahap awal. Prinsip proses reduksi untuk mengubah besi oksida menjadi besi.
Secara tradisional, bahan baku untuk menghasilkan gas reduktor karbon monoksida adalah arang atau batubara. Dewasa ini sekitar 80% baja dihasilkan dengan melewati jalur tanur tinggi (blast furnace), sedangkan 20% sisanya melalui jalur reduksi langsung (direct reduction).
Jalur Reduksi Langsung
Proses reduksi langsung dapaat menggunakan reduktor yang berasal dari gas alam. Proses direct reduction ini digunakan di PT Krakatau Steel. Bahan bakunya adalah pelet bijih besi dan gas alam. Pelet bijih besi berubah menjadi besi spons berbentuk butiran. Besi spons yang masih mengandung banyak karbon dan unsur pengotor dilebur di tungku busur listrik atau E.A.F (Electric Arc Furnace) menjadi baja cair, yang lalu dituang dengan proses pengecoran kontinu menjadi billet dan slab
Jalur Blast Furnace
Teknologi yang juga disebut Hoogoven adalah hasil perkembangan sejak abad 14. Bijih besi dicampur kokas dan dipanaskan dalam klinker bernama "sinter". Kokas diperoleh dari batubara yang dipilih dan dipanaskan dalam coke oven. Bijih besi, kokas, batu kapur dan udara panas dipadu dalam blast furnace.
Hematit akan dimasukkan ke dalam blast furnace, disertai dengan beberapa bahan
lainnya seperti kokas (coke), batu kapur (limestone), dan udara panas. Bahan baku yang terdiri dari campuran biji besi, kokas, dan batu kapur, dinaikkan ke puncak blast furnace yang tingginya bisa mencapai 60 meter.
Setelah bahan-bahan dimasukkan ke dalam blast furnace, lalu udara panas dialirkan dari dasar tungku dan menyebabkan kokas terbakar sehingga nantinya akan membentuk karbon monoksida(CO).
Reaksi reduksipun terjadi, yaitu sebagai berikut:
Fe2O3+ 3CO → 2Fe + 3CO2
Maka didapatlah besi (Fe) yang kita inginkan. Namun besi tersebut masih mengandung karbon yang cukup banyak yaitu 3% –4,5%, padahal besi yang paling banyak digunakan saat ini adalah yang berkadar karbon kurang dari 1% saja. Besi yang mengandung karbon dengan kadar>4% biasa
disebut pig iron.
Batu kapur digunakan sebagai fluks yang mengikat kotoran-kotoran yang terdapat dalam bijih besi.
Perlu diperhatikan bahwa bijih besi yang akan dimasukkan ke dalam blast furnace haruslah digumpalkan terlebih dahulu.
Hal tersebut berguna agar aliran udara panas bisa dengan mudah bergerak melewati celah-celah biji besi dan tentunya akan mempercepat proses reduksi.
Pembakaran kokas mempunyai 2 fungsi :
Menghasilkan panas
Pembakaran tidak sempurna menghasilkan gas karbon monoksida sebagai reduktor
Batu kapur berfungsi untuk mengikat kotoran pada besi cair menjadi terak (slag) yang terapung di atas besi kasar cair. Hasil blast furnace adalah besi kasar cair (molten iron) yang akan dikirim dan dimasukkan ke converter di BOF (Basic Oxygen Furnace) atau BOS (Basic Oxygen Steelmaking)
Konversi Besi ke Baja
Ke dalam BOF dimasukkan : besi kasar cair, baja bekas, oksigen, batu kapur, unsur-unsur paduan : Fe-Mn, Fe-Si, Fe-Cr, Fe-Ni, dll. Penambahan oksigen adalah untuk mengurangi kadar karbon hingga mencapai yang dikehendaki. Batu kapur mengikat kotoran menjadi terak, lalu baja cair dipindahkan ke ladle.
BOF/BOS
EAF (Mutu tinggi, hanya memakai cold scrap metal)
Secondary steel making dapat dilakukan dengan cara extra treatment, ditambah argon, injeksi powder atau wire, vacuum, pemanasan tambahan, dan mengurangai kadar hidrogen dan sulfur
Penuangan baja cair dapat dilakukan dengan dua cara :
- Dalam bentuk balok baja (INGOT)
- Menjadi slab atau billet dengan proses cor kontinu (continuous casting)
Proses Pembuatan Produk Setengah Jadi
Hot Rolling
Flat Product : Pelat
Long Product : Baja Profil, Besi Beton dan Batang Kawat
Cold Rolling
Pelat diubah menjadi baja lembaran (sheet) dilanjutkan dengan proses pemanasan/annealing untuk melunakkan dan diakhiri dengan temper rolling untuk "menyetrika"
Hot Forging
Untuk membuat komponen yang berukuran besar, misal poros turbin, digunakan proses tempa panas
Long Product
Produk Tubular/Hollow
Tahap awal pembuatan pipa seamless dilakukan dengan hot tube piercing terhadap billet yang dipanaskan, salah satu varian-nya adalah proses mannsmann
Pengecilan diameter pipa berdinding tebal tersebut dilakukan dengan proses hot tube rolling. Tebal dindingnya juga akan berkurang
Untuk membuat pipa yang lebih kecil lagi diameternya dipakai proses cold tube drawing
Pembuatan welded pipe dibuat dengan dua cara :
Longitudinal Welded Pipe
Bahan bakunya adalah pelat baja hasil hot rolling. Proses pembentukannya dengan roll forming bertahap. Pengelasan dilakukan dengan las tahanan listrik atau ERW (Electric Resistance Welding)
Pipa berdiameter lebih besar (D > 26") dapat dibuat dengan proses U-O (pada press) dan dilanjutkan dengan pengelasan
Spiral Welded Pipe
Bahan baku pelat baja hasil hot rolling dapat dibentuk menjadi pipa dengan alur spiral. Dengan satu lebar pelat dapat diperoleh pipa dengan berbagai diameter, tergantung pada cetakan dan sudut pemasukan pelat.
Pengelasan dilakukan dengan SAW (Submerged Arc Welding) atau las busur terendam.
Klasifikasi dan Standard
Jenis baja dikelompookan sebagai berikut :
Baja Karbon
Low Carbon : C < 0.25%
Medium Carbon : 0.25% <= C <= 0.5%
High Carbon : C > 0.5%
Baja Paduan (Alloy Steel)
Low : Unsur-unsur paduan < 8%
High : Unsur-unsur paduan >8%
Standard yang banyak dipakai :
AISI : American Iron & Steel Institute
SAE : Society of Automotive Engineers
ASME : American Society of Mechanical Engineering
ASTM : American Society for Testing and Materials
DIN : Deutsche Industrie Normen
JIS : Japanese Industrial Standard
Klasifikasi baja dibuat menurut hal berikut ;
1. Proses pembuatan / bentuk produk
Plate, sheet, forgings, wire, pipe, dll.
2. Kekuatan
DIN ST.50 (Tensile Strength > 50 KGFNINI2)
JIS SS 41 (Tensile Strength > 41 KGF/MM2)
API 5L - 65 X (Yield Strength > 65 KSI)
3. Komposisi Kimia
DIN 25CrMo4
JIS S45C
AISI/SAE 4130
AISI 304
4. Nomor standard tanpa pola tertentu
ASTM 106 : Seamless Pipe
ASTM A 210 : Seamless Tube for Boiler and Superheater
AISI / SAE: (berdasarkan komposisi kimia, paduan rendah)
Digit ke 1&2 : Kelompok / Jenis Paduan
Digit ke 3&4 : Kadar Karbon Nominal
Tidak ada komentar:
Posting Komentar